Pada tahun 1875 - 1891, pemerintah Hindia Belanda melalui perusahaan kereta api Staatsspoorwegen (SS) telah mampu membangun jalur kereta api di Jawa Timurdan Jawa Tengah. Jalur kereta api tersebut antara lain Surabaya - Malang - Kertosono - Madiun - Solo dan Yogyakarta - Maos - Cilacap. Dengan selesainya pembangunan kedua jalur tersebut maka kota Batavia (Jakarta) dan kota Surabayatelah terhubung dengan sarana transportasi kereta api. Untuk melayani kedua jalur tersebut, SS membeli 40 lokomotif uap C11 dari pabrik Hartmann (Jerman). Lokomotif ini didatangkan secara bertahap pada tahun 1879 - 1891. Untuk memenuhi kebutuhan transportasi kereta api di Sumatra Selatan, maka 7 lokomotif C11 milik SS dipindah dari Jawa ke Sumatra Selatan. Lokomotif C11 ditugaskan sebagai lokomotif untuk dinas langsir atau lokomotif penarik kereta penumpang/barang pada rute jarak pendek dan datar. Walaupun lokomotif C11 dan lokomotif C12 memiliki bentuk dan susunan roda yang sama namun secara teknis ada sedikit perbedaan. Lokomotif uap C11 memerlukan bahan bakar kayu jati untuk mendidihkan air dan menggerakkan menggerakkan injector pump. Tenaga uapnya digunakan untuk menggerakkan injector pump sehingga bisa memompa air dari tangki ke boiler. Didalam boiler, hasil pembakaran bahan bakar digunakan untuk memanaskan air sehingga berubah menjadi uap dengan temperatur dan tekanan tinggi, untuk selanjutnya uap dengan temperatur dan tekanan tinggi tersebut dialirkan untuk menggerakkan roda. Lokomotif C11 memiliki susunan roda 2-6-0 serta dapat melaju hingga kecepatan 50 km/jam dan memiliki daya 330 HP (Horse Power). Lokomotif ini memiliki berat 33,6 ton dan panjang 8575 mm.
Dari 40 lokomotif C11, saat ini hanya tersisa 1 lokomotif C11, yaitu C1140. C1140 (mulai operasional tahun 1891) dipajang di Museum KA Ambarawa (Jawa Tengah).